Ajaran Wahidiyah dari Al Mukarrom Romo KH Abdul Majid Ma’ruf (5)
Lebih Utamakan Kewajiban dan Manfaat
YUKTI KULA DZI HAQQIN HAQQOH. Maksudnya ialah agar manusia berusaha mengisi dan memenuhi segala bidang kewajiban. Mengutamakan pemenuhan kewajiban daripada menuntut hak. Baik itu kewajiban terhadap Allah Wa Rosuulihi SAW, maupun kewajiban-kewajiban dalam berhubungan di dalam masyarakat di segala bidang, dan terhadap makhluk pada umumnya.
Di dalam berhubungan hidup satu sama lain selalu timbul hak dan kewajiban yang kait-mengkait satu sama lainnya. Kewajiban A terhadap B merupakan haknya B dari A. Begitu juga sebaliknya, kewajiban B terhadap A merupakan haknya A dari B. Maka, diantara hak dan kewajiban itu yang harus diutamakan adalah pemenuhan kewajiban masing-masing.
Soal hak, tidak usah dijadikan tuntutan, asal kewajiban dipenuhi dengan baik. Otomatis, apa yang menjadi haknya datang dengan sendirinya. Salah satu contoh, hubungan pemerintah dan rakyat. Dimana pemerintah berhak ditunduki dan dituruti oleh rakyat. Akan tetapi berkewajiban membimbing dan memajukan rakyat.
Yang harus diutamakan pemerintah adalah kewajiban membimbing, melindungi dan memajukan rakyat. Sebaliknya, rakyat berhak mendapat bimbingan dan perlindungan dari pemerintah. Akan tetapi mempunyai kewajiban taat dan setia kepada pemerintahan. Maka, yang harus dilaksanakan oleh rakyat hanyalah tunduk dan taat kepada pemerintahan tanpa memperhitungkan apa yang menjadi haknya.
“Sekali lagi, apabila kewajiban dipenuhi dengan baik, otomatis hak datang dengan sendirinya dengan baik pula,”ujar Romo KH Abdul Latif di hadapan ribuan jamaah Wahidiyah dalam acara Mujahadah Nisfusanah di alun-alun Bojonegoro, malam kemarin.
“TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFA’FAL ANFA”.
Manusia seringkali menjumpai lebih dari satu macam persoalan yang harus diselesaikan dalam waktu yang bersamaan. Dan, tidak mampu mengerjakannya bersama-sama. Maka, dalam keadaan demikian harus memilih diantaranya mana yang lebih penting. Yang harus dipilih, tentu yang lebih besar manfaatnya.
Demikian yang dimaksud “TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFA’FAL ANFA”. “Jadi mendahulukan yang lebih aham lebih penting, kemudian jika sama-sama pentingnya dipilih yang lebih besar manfaatnya. Untuk menentukan pilihan yang aham dan mana yang anfa,”ungkap Soleh Musta’in Sag, Koordinator Pengamal Wahidiyah (PW) Kodya Surabaya didampingi Alvian (Seksi Pendidikan).
Perhatikan pedoman: Segala hal yang langsung berhubungan dengan Allah Wa Rosuulihi SAW terutama yang wajib, pada umumnya harus pandang ahammu-lebih penting. Dan, segala hal yang manfaatnya dirasakan juga oleh orang lain (masyarakat banyak) harus dipandang anfa’u lebih besar manfaatnya.
Mengapa dikatakan pada “umumnya”. Sebab, mungkin pada suatu saat, karena adanya hal-hal yang baru muncul atau karena situasi dan kondisi, pelaksanaannya dapat menyimpang dari ketentuan itu. “Misalnya suatu ketika kita sedang mujahadah atau ibadah sunnah lainnya kemudian ada tamu datang. Lebih-lebih tamu dari jauh dan sangat penting, maka dalam keadaan seperti itu kita harus memutuskan mujahadah atau ibadah sunnah tadi dan menemui tamu itu. Setelah selesai, mujahadah dapat dilanjutkan lagi,”paparnya.
Insya Allah, demikian pengalaman itu, kalau benar-benar tepat menerapkan LILLAH BILLAH dan LIRROSUL BIRROSUL dan LILGHOUTS BILGHOUTS. Pemilihan mana yang aham dan mana yang anfa’ itu pasti tepat. Tetapi sebaliknya , jika lepas dari LILLAH BILLAH dan LIRROSUL BIRROSUL dan LILGHOUTS BILGHOUTS, mungkin bisa timbul penyesalan di kemudian hari akibat dari pemilihan aham dan anfa’ yang kurang tepat.
Perlu diperhatikan bahwa pengertian “manfaat” harus ditinjau dari berbagai segi dan memakai bermacam-macam pertimbangan . Di dalam soal kesadaran kepada Allah Wa Rosuulihi SAW. Tetapi juga bisa diterapkan di bidang-bidang lain yang dalam prinsipnya yang harus diarahkan untuk FAFIRRUU-ILLALLOH WA ROSUULIHI SAW. Bahwa yang diartikan manfaat seharusnya ialah, “Yang membuahkan manfaat yaitu hal atau perkara yang mendekatkan dirimu kepada Allah Wa Rosuulihi SAW,”ujar Karana Aji, Koordinator Pengamal Wahidiyah (PW) Jatim dalam acara Mujahadah Nisfusanah di alun-alun Bojonegoro, belum lama ini.
Kesimpulannya, perkara atau hal yang tidak menjadikan kedekatan kepada Allah Wa Rosuulihi SAW, bukan manfaat namanya. Melainkan, madlorrot atau membahayakan. Sekalipun berupa salat, jika tidak mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah Wa Rasuulihi SAW, tidak akan menghasilkan manfaat melainkan malah mendatangkan bahaya.
Salat yang tidak membawa pendekatan diri kepada Allah adalah salat yang tidak hudlurhatinya. Lebih-lebih yang kecampuran ‘ujub riyak takabur dan lain-lain. Sebab, adanya Allah Ta’ala kewajiban hambanya mengerjakan salat, zakat, puasa, haji dan memberikan tuntunan hidup kepada manusia. Yang memberikan kesempatan hubungan di dalam pergaulan hidup ini, tidak lain Allah. Yang menghendaki agar para hambanya mau mendekat kepada-Nya. Sehingga, menjadi hamba yang sadar kepada Allah Wa Rosuulihi SAW.(bersambung) husnu mufid
0 Response to "Misteri Babat Ajaran Wakhidiyah 3"
Posting Komentar